Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

Jumat, 05 Oktober 2012

:)

0 comments

-->

Jejakku, MAN JADDA WA JADDA
Berangkat dari Dusun-Desa-Kecamatan-Kabupaten-Provinsi

Oleh FAFA NELI SILFANA
Mahasiswa Bidik Misi Prodi Pendidikan Sains 2011 FMIPA UNESA

Kuawali dengan Bismillahirrohmannirrohiim menulis, siang ini, di rumah kedua sembari break sebentar di sela tugas-tugas kuliah yang banyak. Tulisan kata demi kata ini menggores mengikuti terjemahan hati. Bukan maksud ingin pamer dan sejenisnya dalam penulisan ini, hanya ingin mensharekan perjuangan mahasiswa bidik misi yang sangat tidak sempurna ini tapi punya motivasi yang sempurna. Proses belajar hidup selama ini terasa sekali dalam setiap langkah.
            Teruntuk semua yang membaca ini, terkhusus untuk pemerintah, Unesa, keluarga dll, rasa syukur dan terima kasih karena telah menitipkan amanah program Bidik Misi, yang paling utama pada Allah. Aku, dilahirkan dari perpaduan sperma dan ovum yang sangat hebat. Di sebuah dusun kecil ini aku dibesarkan oleh kedua orang tua terhebatku. Ibu yang rela susah demi pendidikan anaknya dan juga bapakku yang seorang pedagang tahu keliling. Dengan profesi itu beliau berdua mampu mengantarkan anaknya yang satu ini ke Perguruan Tinggi. Yang jelas keduanya dalam hal pendidikan tidak sampai setinggi ini. Ibuku hanya perempuan biasa lulusan SD, bapak hanya lulusan SMP. Ada kata-kata yang masih terpancung mati dalam ingatanku sampai sekarang “Nek sekolah seng bender nduk, ben dadi wong, ben gak ngrasakne opo seng ibu karo bapak rasakno” (kalau sekolah/belajar yang serius nak, supaya nanti jadi ‘orang’(sukses), supaya tidak lagi merasakan apa yang orang tuamu ini rasakan (sulitnya hidup ini ‘bidang ekonomi’)). Setidaknya kata-kata sederhana penuh makna itulah yang banyak menjadi motivasiku belajar hingga saat ini, yang nantinya hasil belajar ini akan aku tularkan pada anak didikku kelak, menjadi orang sukses seperti harapan kedua orang tuaku. Perjalanan ku mulai dari tanggal 6 Pebruari 1993, ibu tercintaku MARDIYAH dan ayah terhebatku ‘SAIN’. Ya, nama yang sederhana, yang entah kebetulan atau tidak (tapi tidak ada yang kebetulan di dunia ini) aku mengambil Prodi Pendidikan ‘SAINS’. Dua tahun setelahnya, adiku perempuan lahir. Nama yang diberikanpun hampir sama dengan namaku FIFI NIA SAPUTRI. Kedua orangtuaku tak tahu arti nama itu. Jauh di dalam hati ada sebersit keinginan namaku ada sentuhan bahasa Arabnya. Nama adalah do’a. Dari segi religi, aku menganggap kedua orangtuaku telah menanamkan dengan cukup, aku ngerti Allah, ngerti sholat, ngerti puasa, ngerti ngaji yang hingga tertanam sampai saat ini.Aku merasa Allah sangat menyayangiku, aku yang kecil ini kerap kali diingatkan entah itu dalam bentuk kesedihan, cobaan, dll. 
            Dari segi pendidikan, ku mulai langkah masuk ke TK ‘Damar Wulan’ di dusunku. Fafa kecil ini ternyata bakat pendiamnya sudah tampak sejak kecil. Ya, aku akui sifat jelek ini telah ada sejak aku kecil. Aku dulu terkenal pemalu, saat istirahat semua temanku bermain keluar kelas, sedangkan aku di kelas seorang diri dan ibu wali kelas di depan mejanya. Kalau ibuku tidak mengajakku keluar kelas, aku tidak akan keluar kelas. Bisa dibayangkan betapa pemalunya aku dulu. Tapi hal itu secara berangsur terkurangi saat aku mulai masuk di dunia SD. Sekolah SD ku berada di desaku sendiri. Sejak kelas 1 prestasiku bisa dibilang lumayan. Kalau tidak peringkat I ya II, pernah dulu paling jelek peringkat IV. Kehidupan masa SD ku seperti anak kecil kebanyakan, ngaji di TPQ dusunku. Yang masih aku ingat sampai saat ini, aku dulu beberapa kali mewakili sekolah di olimpiade tingkat kecamatan, pernah sekali lomba MTQ anak tingkat kecamatan padahal ngajiku juga pas-pasan.
            Memasuki masa SMP, aku semakin ingin menghilangkan sifat pemalu ini, ya setidaknya bisa menguranginya. SMPN 1 MEGALUH, ya itulah sekolahku, berada di daerah kecamatan, mewah ‘mepet sawah’ karena kanan-depan-belakang adalah persawahan. Sekolah sederhana itu telah membentuk motivasiku hingga saat ini. Dari SMP inilah aku mulai mempunyai motivasi untuk bisa menjadi guru MATEMATIKA, ya guru MATEMATIKA, karena guruku bidang studi ini sangat istimewa bagiku. Dulu aku berpikir tidak mungkin bisa melanjutkan ke PT, dari segi ekonomi rasanya tidak mungkin. Tapi kini, lihat aku sekarang, tak ada yang tak mungkin bagi pemilik hidup ini mewujudkannya. Kun Fayakun. Untuk meredam pemaluku dulu, wali kelasku mengamanahi aku jadi pengurus kelas, mulai dari kelas VII jadi sekretaris kelas, kelas VIII jadi bendahara kelas. Aku merasa masa-masa SMP ini yang paling menyenangkan dibanding SMA. Dari segi akademik, nilaiku juga lumayan. Pernah mewakili sekolah dalam olimpiade fisika tingkat kabupaten, tapi lagi-lagi aku tidak pernah dapat juara, paling mentok nomor 9 tingkat SMP sekabupaten. Dari segi ekonomi kedua orang tuaku masih bisa menghendel biaya sekolah aku dan adikku.
Memasuki masa SMA, inilah yang aku rasakan mulai awal perjuangan. SMAN 3 JOMBANG, salah satu SMA favorit di kabupaten (katanya). Kalau ditelaah lagi ternyata jenjang pendidikanku runtut sekali mulai TK (dusun) – SD (desa) – SMP (kecamatan) – SMA (kabupaten) – kuliah (provinsi). Awal masuk SMA sampai akhirnya lulus telah banyak kenangan. Dulu awal jadi siswa baru banyak cobaan, mulai dari ibu yang kecelakaan sehingga sepeda motor rusak, yang terpaksa aku harus menggunakan sepeda pancal untuk ke sekolah yang jaraknya 15 km. Saat itu musim puasa Romadlon lagi. Pernah sekali aku ingat di tengah jalan aku menangis saking capeknya mengendarai sepeda pancal itu. Aku harus berangkat dari rumah jam 5 pagi, pulang dari sekolah sekitar jam 2 siang. Benar-benar menguras energi luar dan dalam. Di masa SMA ini juga mulai terasa kesulitan ekonomi keluargaku, adikku juga memasuki SMP. Sedangkan aku yang sekolah di SMA kota tentu butuh dana yang lumayan besar. Dari itu aku berusaha mencari beasiswa untuk pendidikanku, BKSM akhirnya aku dapatkan dari kelas VIII-XI. Hal itu sangat membantu aku dan keluarga. Dari segi akademik prestasiku juga lumayan, tapi tidak setenar dulu seperti saat di SD dan SMP. Di SMA ini adalah siswa-siswa kota yang otomatis latar belakang pendidikan sebelum masuk ke SMA lebih baik dari pada aku, di sini aku mulai merasakan sulitnya berkompetisi demi prestasi. Hal itu berlangsung hingga berkompetisi memasuki bangku perguruan tinggi. Ya, masuk di perguruan tinggi, hal yang dulu aku impikan, dan penuh perjuangan. Awal seleksi SNMPTN Undangan Bidik Misi aku daftar di salah satu PTN, aku ingat betul saat pengumuman malam itu, 3 hari sebelum pengumuman SNMPTN sepertinya aku telah diingatkan , perasaanku tidak enak dan aku sakit, ternyata kejadian benar, aku nggak ditrima SNMPTN Undangan. Berhari-hari setelah itu aku kehilangan motivasi akan bisa masuk ke PTN. Kondisi saat itupun tidak semua PTN membuka jalur SNMPTN Bidik Misi. Itulah yang membuat semakin terpuruk. Data yang ada pada portal Bidik Misi tidak semua PTN yang membuka Bidik Misi SNMPTN Tulis. Usahaku tanya ke tetangga yang lebih tahu, bolak-balik meminta surat keterangan ke kepala desa, bolak-balik ke warnet. Yang masih aku ingat saat malam-malam, ditambah hujan, aku sama ibuku ngeprin ke kecamatan. Kami naik sepeda motor, di tengah jalan hujan dan memaksa kami untuk basah kuyup sebelum sampai ke rentalan. Jadilah ke rentalan dengan pakaian yang basah untuk ngeprin surat-surat persyaratan untuk bisa kuliah. Ternyata, persyaratan itu butuh hal-hal banyak, yang tidak mungkin dijangkau lagi karena deadline waktu yang tinggal sedikit. Alhasil aku memutuskan ambil SNMPTN Tulis memilih 2 prodi di UNESA yaitu Pend. Kimia dan Pen. Sains. Jujur, kedua prodi yang aku ambil ini belum sesuai dengan suara hati. Aku yang dulu ngotot ingin sekali Matematika atau PGSD beralih ke IPA. Dalam keadaan ini pun aku belum ada kepastian UNESA termasuk PTN yang menerima mahasiswa Bidik Misi di SNMPTN Tulis atau tidak. Belum ada persiapan untuk SNMPTN, walaupun sudah punya buku panduan soal dalam SNMPTN, aku tak pernah ikut try out ataupun bimbingan SNMPTN. Hari yang ditentukan untuk seleksi nasional itupun tiba, ke Surabaya pun belum tau tempat ujian yang dimaksud. Tapi aku sangat bersyukur, ada teman yang kebetulan tempat tesnya sama denganku.Dari pengalaman sekitar 4 hari di Surabaya telah memiliki kesan di benak. Pertama, aku membayangkan jika jadi kuliah di sini, dari segi makan 2 kali lipat harganya di banding di rumahku. Kedua, aku merasa sendiri. Yang masih ku ingat saat hari ke dua tes Snmptn itu hujan dan untuk mencapainya harus oper angkot sebanyak 3 kali, berangkat pukul 05.00 pagi. Sungguh perjuangan indah yang tak pernah terlupakan.
Dan takdirpun akhirnya membawaku ke sinii, UNESA Prodi Pendidikan Sains dengan predikat ‘mahasiswa bidik misi’. Saat pengumuman via online dulu aku mencoba melihatnya di warnet. Tanganku gemetaran ketika mengetikkan nomor pendaftaran dan paswordnya. Syukur tak berhenti berucap dari lisan. Sampai dari warnet segera ku kabarkan ini kepada kedua orang tuaku, ibuku menangis terharu karena aku telah diterima. Kejadian ini sungguh menjadi semangatku ketika sudah menjalani perkuliahan seperti saat ini, Saat aku mulai jenuh dengan banyaknya deadline tugas, aku mulai mengingat kembali bagaimana susahnya sampai akhirnya bisa ditrima di sini.
Aku yakin sampai saat ini aku berdiri dengan tegak, orang kecil yang berangkat dari desa ini, ke salah satu SMA favorit(katanya) di  Jombang, dan ditrima di sebuah PTN di Surabaya bukan karena hebatku, Ini semua karena rasa kasih sayangNya yang tak terbatas kepada hamba kecilnya ini. Kalo seperti ini, jadi teringat ceramah Chating dengan YM.  Hidup adalah pilihan. Seperti filosofi mutiara yang berasal dari kerang, sakit memang perjuangannya. Tapi yakinlah saatnya akan datang jika kamu yakin akan janjiNya. MAN JADDA WA JADDA. J  Seperti filosofi tanaman jagung yang ditanam di tanah.
·      Mengapa di pendam? kan kasihan benihnya di pendam. Itulah proses hidup harus melalui dulu yang namanya kesulitan dan perjuangan untuk hidup. Jagung itu di pendam di dalam tanah untuk bisa tumbuh, begitu juga kamu yang berasal dari desa ini harus berjuang keras untuk bisa hidup bermakna.
·      Setelah tumbuh lama kelamaan juga butuh pupuk, karena kita orang desa, tidak punya uang, yang kita pakai pupuk kandang yang baunya busuk, bukan pupuk buatan. Sama dengan kamu kalau nantinya tumbuh jadi orang besar, akan banyak yang meremehkan, memperolok-olok kamu, memang itu tidak enak di telinga, pahit di hati seperti bau busuk dari pupuk kandang itu. Tapi yakinlah cemoohan-cemoohan itu yang akan membuatmu belajar akan hidup. Pupuk kandang yang alami itu lebih manjur dibanding pupuk buatan. Seperti jalan hidupmu yang akan lebih bisa membuatmu menghargai Allah, menghargai waktu yang diberikan untuk bermanfaat bagi orang lain dibanding orang yang hidupnya di uji dengan keenakan tanpa melakukan perjuangan yang berat untuk hidup.
Kadang juga aku berpikir, waktuku dulu banyak aku habiskan untuk memperjuangkan nasib, biar nggak seperti orang tuaku. Kini perjuangan itu nampak hasilnya, orang ndeso ini bisa kuliah di kota di PTN lagi. Tinggal sedikit lagi untuk mewujudkan cita-cita orang tuaku (cita-citaku juga) untuk jadi guru. Trus gak lucu kalo sudah sampai segini masak aku harus tidak bekerja keras, malas-malasan di Surabaya. Mana rasa syukurmu untuk beasiswa penuh sampai lulus ini kepada Allah, rakyat Indonesia, orang tuamu, semua yang mengharapkanmu untuk jadi orang sukses ini, anak ndeso???
 Semangat kuliah, cari pengalaman organisasi, usahakan yang terbaik semampu yang kamu bisa. Yakin akan janjiNya bahwa kita sendiri yang akan bisa menentukan nasib kita. MAN JADDA WA JADDA !!!

“ (Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu megubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Anfaal:53)



0 comments:

Followers