Habibie & Ainun ^^
7 Hikmah dari film Habibie & Ainun "Banyak hal yang bisa dipelajari"
Kita mungkin memang harus jalan sendiri-sendiri…
Bila dirimu belumlah yakin
Dan diriku belum baik untukmu
Kita mungkin memang harus jalan sendiri-sendiri…
Bila cuma ada luka yg tercipta
Dan debat yang tak berkesudahan
Kita mungkin memang harus jalan sendiri-sendiri…
Waktu yg akan mendewasakan kita
Dan dalam waktu kita introspeksi diri
Kita mungkin bisa jalan beriringan…
Bila kamu adalah orang yg tepat, aku orang yang tepat
Dan Tuhan telah mempertemukan hati kita lagi di waktu yang tepat
1. Ada Garis Batas Tipis Antara Benci dan Cinta
Habibie dan Ainun pada mulanya adalah siswa yang bersaing satu sama lain di kelas.
Rudy- panggilan akrab Habibie, pada awalnya malu, “dijodohkan” dengan Ainun dan menjadi bahan candaan teman-temannya di kelas.
Sebelum pergi ke Jerman pun Habibie pernah berkata “Ainun, kamu jelek dan hitam sekali, seperti gula jawa!” karena hasutan teman-temannya.
2. Jodoh Takkan ke mana dan kalau memang jodoh, jalannya akan mudah.
Terpisah tujuh tahun karena Rudy melanjutkan sekolah dan karir di Jerman.
Selalu ada skenario Tuhan dalam mempertemukan mereka kembali.
Begitu pulang ke Indonesia 7 Maret 1962 semua berjalan mengalir, mudah dan begitu cepat.
Ketika itu, banyak yang mendekati Ainun, dari berbagai latar belakang. Rata-rata berasal dari keluarga yang jauh lebih berada daripada Habibie.
Mereka naik mobil, habibie naik becak. Pemuda asli pare-pare ini tampil apa adanya. Dan kita sudah lihat, siapa yang pada akhitnya jadi juara.
3. Tak Sekedar Jatuh Cinta Tapi Juga Membangun Cinta
Pertemuan di Ranggamalela Bandung memang menjadi titik awal benih cinta diantara mereka tumbuh.
Benih cinta tersebut tak hanya dibiarkan tumbuh tetapi juga dirawat dengan ketulusan, penuh kasih, janji, serta komitmen yang ditepati bersama.
Romantisme-romantisme kecil kerap digambarkan mewarnai kebersamaan mereka setiap harinya. Habibie kerap kali mencium kening Ainun dengan begitu mesra.
Saat Ainun cemburu pun, Prof.DR.Ing itu kerap berkata bahwa Ainun tetaplah yang tercantik bagi dirinya.
“Ainun, saya tidak bisa menjanjikan kepadamu banyak hal. Seperti mobil, rumah, dengan segala kehidupan yang (langsung) mapan di Jerman. Tapi saya janji, akan menjadi suami terbaik untukmu”
Mau kah Ainun ikut saya ke Jerman? menemani saya sebagai teman hidup?
Ainun pun menjawab:
Rudy, aku pun tak bisa menjanjikan kalau saya selalu jadi istri yang baik, tapi.. aku berjanji akan menemanimu ke manapun kamu pergi.
Dialog ditengah hujan, perjalanan pulang di dalam becak yang apa adanya ini, terasa begitu romantis.
Mereka batal bercumbu mesra, karna tirai penutup becak keburu dibuka. Sudah sampai rumah, ceritanya.
4. Mereka Berbeda, Namun Punya Titik Temu.
Habibie yang jenius namun keras kepala. Meledak-ledak, sanguin yang romantis dan logis.
Pribadi demikian membutuhkan sosok penyeimbang.
Itu semua ada di Ainun, yang cerdas, cekatan, perasa perfeksionis, tenang dan sabar.
Habibie takkan lengkap tanpa Ainun dan sebaliknya. Mereka berdua hebat sebagai tim. Patner hidup terbaik satu sama lain.
5. Mereka Disatukan oleh Mimpi yang sama dan saling mendukung satu sama lain dikala suka duka kehidupan.
Yang melatar belakangi keinginan Ainun untuk menjadi dokter adalah saat ibunya menggendong bayi laki-laki yang baru saja lahir menyelamatkan diri dalam perang. Penuh bercak darah.
Sementara Habibie, bersumpah saat Ia sakit keras di Aachen. Bahwa dia akan pulang suatu saat nanti dan berbakti untuk ibu pertiwi.
Keduanya serupa. Berbakti untuk negeri.
Di kala Ainun nyaris menyerah saat menemani perjuangan Habibie di awal karirnya, habibie berujar:
“Hidup ini ibarat sebuah kereta, melewati terowongan yang gelap. Bahkan kita tak tau seberapa panjang kegelapan itu.
Tapi percayalah Ainun, di ujung sana ada cahaya terang (kesuksesan) dan saya akan membawamu ke cahaya itu.”
Hal serupa juga dilakukan Ainun. Saat Habibie putus asa ketika menerima surat balasan dari Ibnu Sutowo.
Surat tersebut berisi keinginan Habibie untuk pulang dan mengembangkan! industri strategis di tanah air.
Ainun berusaha membesarkan hati kekasihnya dengan berujar:
“Loh, isi surat itu kan bukan penolakan,mereka bilang industrinya belum siap.”,Ujarnya sembari tersenyum manis.
6. Mereka Manunggal Sebagai satu kesatuan secara bathin, pikiran, dan jiwa
Salah satu momen paling mengharukan adalah saat Habibie dilarang masuk oleh petugas ICCU.
“Ainun, mengapa kamu tampak sedih? Karena sakitkah?”
Ainun menggelengkan kepala. Saat ditanya dengan pertanyaan lain, masih juga menggelengkan kepala.
Sampai akhirnya isyarat anggukan kepala itu ada saat Habibie bertanya: “Kamu sedih gara-gara mengkhawatirkan saya?”
Ainun yang sedang sakit keras, dengan puluhan alat medis terhubung ke tubuhnya masih saja memikirkan kondisi sang belahan jiwa.
Menjelang Ainun wafat pun habibie dengan lembut berujar.
“Ainun, hari ini 12 Mei 2010. Selamat hari ulang tahun pernikahan yang ke 48. Tuhan terima kasih saya sudah terlahir untuk Ainun dan Ainun terlahir untuk saya.”
Tak terasa, pipi saya tiba-tiba basah. Cinta diantara mereka berdua begitu tulus, suci, murni, dan abadi.
7. Luangkanlah Waktu Untuk Orang-Orang yang Kita Cintai
Enam poin pujian, satu poin renungan. Tamparan besar di muka saya adalah saat adegan Habibie kembali mengunjungi IPTN.
Mendapati salah satu karya sekaligus mimpi besarnya sejak lama: CN 235 Gatot Kaca, akhirnya terbengkalai.
“Mengapa mereka tak juga sadar dengan potensi CN 235 ini. Bayangkan jika banyak pulau kecil di Nusantara terhubung.
Seberapa besar ekonomi akan tergerak, kemajuan yang akan kita rasakan dll”
Di sini Ainun masih juga membesarkan hati suaminya.
“Sudahlah, masih banyak cara untuk berbakti kepada ibu pertiwi..”
“Bukan itu!”, jawab Habibie.
“Berapa banyak waktumu dan anak-anak yang dikorbankan karena ini!”, jawabnya lantang namun kemudian menangis di pundak istri tercinta.
Tamparan, keras. Dahsyat. Di depan mukaku. Ya, sekaya apapun, waktu tak kan pernah bisa kita beli dan tentu, tak kan bisa diputar kembali.
Di saat Habibie terbaring seorang diri di sebuah RS, ia menuliskan sumpah yang kira-kira seperti ini:
Terlentang ! Jatuh ! Perih ! Kesal !
Ibu pertiwi Engkau pegangan
Dalam perjalanan
janji Pusaka dan Sakti
Tanah Tumpa daraku makmur dan suci…
…….
Hancur badan !
Tetap berjalan !
Jiwa Besar dan Suci
Membawa aku PADAMU
Kesimpulan dari film ini,: Kesetiaan hanya milik lelaki cerdas. Ketika kita tidak bisa menilai sejauh mana kecerdasan lelaki yang kita pilih, maka jadilah perempuan yang cerdas. Bukankah Tuhan itu adil. Yang cerdas kan berjodoh dengan yang cerdas juga. Begitu juga sebaliknya. Seorang lelaki cerdas takkan mau membuang waktu sedetikpun untuk hidup dengan perempuan lemot. Miris ketika kecerdasan hanya dilihat dari kesarjanaan, pekerjaan yang mapan dan uang yang banyak. Padahal cerdas itu ya berwawasan luas, termasuk memahami konsep ketuhanan juga, walau dia nggak sarjana dan hidupnya pas-pasan. Karena kecerdasannya, manusia akan makin beriman, hidupnya berkah, dan pastinya setia.
Perempuan, mari kita terus belajar, mari kita terus berkarya...
0 comments:
Posting Komentar