#copast dari suatu sumber :)
Wajib dibaca sebelum komen, renungin, nilai isinya, praktekin :shakehand dan
#selamat membaca
Memang apa sih kerennya jadi mahasiswa? Kamu pikir kamu keren kalau jadi
mahasiswa? Dengan jas almamater yang heroik kamu jadi bisa kembali ke sekolah
kamu dan berkata, “saya sekarang mahasiswa UNAIR loh” atau “ini nih lihat jaket
kuning UI gw”.
Okey, itu memang salah satu bagian menyenangkan yang bisa dibanggakan, tapi
kalo udah bangga, kamu mau apa? Apa yang kamu dapatkan dari kebanggaan
tersebut?
‘seneng aja’
‘kepuasaan batin’
‘yah keren aja sih’
Ada lagi kah ?
Kamu udah yakin dengan pilihan jurusan dan kampus kamu? Sudah sesuai dengan
panggilan jiwa belum? Atau kamui masih bohong sama diri kamu?
‘iya saya sudah yakin kok sama pilihan saya’
‘ah masa sih?, yakin? Itu kok muka masih belum pede tampaknya’
‘ya dibuat yakin dong, kan sudah keterima’
‘bener nih gak nyesel?’
‘emang ada pilihan lain kah?’
Kamu sudah jadi mahasiswa nih sekarang, lalu kamu mau jadikan titel kamu nanti
untuk apa? Mau dijadikan apa titel yang kamu raih?
Sobat, kata rektor saya dulu, biaya standar untuk seorang sarjana pendidikan
adalah Rp.28.000.000 setiap semesternya. Jumlah yang yang gak kecil loh, coba
saya tanya berapa biaya kuliah? Dulu saya di ITB 1.850.000 per semesternya.
Kabarnya sekarang sudah mencapai hingga 5 juta rupiah per semesternya. Okelah
kita pakai standar sekarang saja, dan dengan asumsi biaya sarjananya tetap.
Dengan asumsi ini saja saya bisa mengatakan kalau dalam satu semester, minimal
kita sudah memiliki hutang 23 juta per semesternya. Hutang? Pasti banyak yang
bertanya, itu hutang ke siapa? Hutangnya ke Rakyat Indonesia kawan. Mereka yang
bayar pajak itu telah mensubsidi kuliah kamu, khususnya buat kamu yang kuliah
di kampus negeri.
Pendidikan yang berkualitas itu hakekatnya memang mahal, pertanyaannya siapa
yang akan menanggung biaya pendidikan tersebut? Dalam kasus Indonesia,
rakyatlah yang juga dibebankan untuk membiayai kuliah kita.
Saat pertama kali masuk ITB beberapa tahun yang lalu, seorang alumni yang
sangat senior berbicara dalam sebuah sesi seminar.
“untuk masuk ITB, perbandingan tingkat kompetisinya adalah 1 banding 20.
Artinya ketika kamu bahagia karena telah masuk ITB, ada 19 anak muda Indonesia
lain yang menangis kecewa karena gagal diterima di ITB.
Kamu kuliah di subsidi oleh rakyat, maka untuk membalas budi pengorbanan uang
yang telah rakyat berikan, kamu minimal harus bisa kasih makan ke 76 orang
lainnya. Darimana angka 76 tersebut?
Kita asumsikan 19 orang tersebut menikah dan memiliki dua anak saja, maka itu
berarti 19 dikali 4 yaitu 76 orang”
Kata-kata tersebut selalu terngiang di benak saya hingga saat ini, saya selalu
berpikir dan mencari jalan bagaimana bisa membuka kesempatan menambah
penghasilan bagi 76 orang. Tentu bukan hanya dengan membuka lapangan kerja
dengan menjadi entrepreneur, banyak cara untuk bisa berbagi seperti dengan
aktivitas sosial.
Bagaimanapun caranya, itulah yang perlu kita sama-sama pikirkan. Bahwa kamu
jadi mahasiswa itu tidak mudah dan tidak bisa asal-asalan. Kamu perlu tanya ke
diri kamu, “saya mau berkontribusi apa selama jadi mahasiswa dan setelah lulus
untuk negeri ini?
Karena kuliah kamu bukan hanya menyangkut diri kamu, tetapi juga ratusan juta
rakyat Indonesia di masa kini dan masa depan. Mahasiswa seringkali disebut
sebagai unsur perbaikan negara, ya benar adanya kalimat tersebut. Karena
ditangan mahasiswa yang nantinya akan masuk ke dunia nyata lah negeri ini
bergantung harapan.
Kamu kuliah, kamu termasuk dalam 18% rakyat Indonesia usia 18-23 tahun yang
beruntung bisa menikmati bangku di perguruan tinggi. Jumlahnya tidak sampai 4.5
juta saja mahasiswa itu. Maka renungkanlah nasih 78% rakyat Indonesia lainnya
yang
Quote:
Karena kamu itu mahasiswa, ada kata MAHA di depan siswa. Maha itu identik
dengan tidak terbatas dan tidak pernah habis. Perlu di ingat, bahwa penggunaan
kata MAHA itu identik dengan sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan (e.g Maha
Pengasih,dan Maha Penyayang). Menariknya bahasa Inggris nya dari Mahasiswa
adalah student, atau terkadang ditambahkan College Student. Bahasa arabnya
mahasiswa adalah thulabiy, sama dengan siswa. Mereka tidak menggunakan
terminologi Great Student atau AkbaruThulabiy sebagai kata ganti mahasiswa.
Hanya di Indonesia yang menggunakan pola kata seperti ini. Kenapa? Karena ada
sebuah harapan khusus bagi mahasiswa Indonesia untuk bisa memiliki karakter
seorang MahaSiswa, seorang yang tidak pernah terbatas hasratnya untuk bisa
menuntut ilmu.
Dalam sebuah lirik lagu perjuangan kampus yang berjudul “Kampusku”, sang
pengubah lagu menuliskan seperti ini:
Quote:
Berjuta Rakyat Menanti Tanganmu
Mereka Lapar dan Bau Keringat
Kusampaikan Salam Salam Perjuangan
Kami Semua Cinta Indonesia
Tapi kamu juga jangan terlalu Geer dulu dengan segala sanjungan untuk
mahasiswa, itu gak sekeren itu kok, kadang malah cuma klise belaka. Saya malah
berpikir terlalu banyak pujian untuk seorang yang menyandang label mahasiswa.
Padahal jadi mahasiswa gak sekeren itu kok, apa sih mahasiswa? Belajar males,
kajian kebangsaan cuek, demo di jalan gak mau, kegiatan pengembangan masyarakat
juga gak peduli, bahkan fokus pada kompetensinya saja juga enggan.
Quote:
Apa sih mahasiswa itu? Cuma mampu mejeng dengan tampang keren, sok bawa mobil
ke kampus padahal uang orang tua. Bergaya sana sini, ganti pacar tiap bulan,
gak nyimak dosen di kelas, ke kampus dandannya udah seperti mau ke resepsi pernikahan.
Ngapain sih tuh mahasiswa? Selama empat tahun di kampus akhirnya gak aplikasi
ilmunya, berpikir gimana ngasih makan dirinya saja, lupa kalau dia di bayarin
rakyat saat kuliah, jadi manusia hedon yang lupa kalau masih banyak rakyat yang
lapar dan bau keringat.
Ah mahasiswa, apa pentingnya? Cuma bisa kritik keadaan negeri tanpa mau
berpikir apa yang bisa ia lakukan untuk negerinya. Hanya ribut diantara
mahasiswa, bakar ban dan akhirnya rakyat lagi yang kembali menderita.
HEI KAMU YANG MENGAKU MAHASISWA !
Coba sekarang saya tanya buat kamu yang mau lulus kuliah, buat apa sih kamu
kuliah? Abis kuliah mau kemana?
Quote:‘ikutin aja kemana angin membawa’
‘yah kita lihat nantilah gimana abis wisuda’
‘mau kerja dulu deh, sambil mikir mau ngapain setelahnya’
Umm. Okey, tidak ada yang salah dengan kalimat-kalimat tersebut. Tetapi
kalimat-kalimat ini menandakan masih banyak diantara mahasiswa dan alumni muda
yang bahkan tidak tau mau ngapain setelah lulus.
Helloooo
Dimana #panggilanjiwa kamu kawan? Masih belum berjumpakah dengan #panggilanjiwa
kamu itu? Atau bahkan kamu tidak berusaha mencarinya?
Sobat,apakah dunia kampus belum cukup untuk kamu dalam mem-#bangunmimpi? Butuh
berapa lama lagi untuk kamu agar bisa menemukan dan merencanakan mimpi besar kamu
sobat? Atau jangan jangan kamu lebih nyaman dalam ketidakpastian mimpi kamu?
Mereka yang tidak punya mimpi akan terjebak pada kegalauan hidup, dan bila
kegalauan hidup menemani mereka maka ketidakpastian akan menjadi sahabat, dan
akhirnya berujung pada ketidakjelasan manfaat hidup itu sendiri.
APA KONTRIBUSI KAMU UNTUK NEGERI?
Percuma saja kamu kuliah kalau ternyata pilihan jurusannya bukan yang kamu
minati, bohong dengan #panggilanjiwa hanya untuk mengejar titel di kampus
negeri saja. Hidup itu bukan sekedar titel kamu di dapat dimana, tetapi kamu
mau berbuat apa dengan titel tersebut untuk kebaikan dan kebermanfaatan.
Kamu pikir jadi alumni dari kampus beken itu terjamin masa depannya kawan? Saya
justru banyak kenal teman, senior, dan junior saya di kampus yang
luntang-luntung gak jelas karena penuh kegalauan dalam menatap masa depan.
Mereka tidak membangun karakter diri selama jadi mahasiswa. Akibatnya? Hidup
segan, Mati enggan.
Lantas, apa yang bisa dibanggakan ketika setelah lulus hanya menjadi sekrup
kapitalis yang menghambakan diri pada uang dan rela ketika sumber daya negeri
ini dikeruk untuk kepentingan asing semata. Apa kalian lupa kalau kalian kuliah
disubsidi oleh negara? Uang rakyat itu kawan? Hasil pajak mereka yang berharap
negeri ini lebih baik.
Buat saya, percuma belajar mati-matian masuk perguruan tinggi kalau
ujung-ujungnya hanya memetingkan isi perut belaka dan tidak mampu berkontribusi
untuk bangsa. Sayang banget kawan, bila 4-5 atau bahkan 6 tahun kuliah pada
akhirnya hanya menjadi perusak negeri, yang serakah atas kebutuhan dunia.
Atau lebih sadis lagi mereka para koruptor yang menghabiskan hidup untuk
merusak moral sosial bangsa. Seharusnya mereka mereka inilah yang di klaim oleh
Malaysia bukan budaya Indonesia.
Rakyat negeri ini membiayai kamu kuliah bukan hanya untuk mendapatkan IPK Cum
Laude atau terancam Cum Laude. Yakin nih yang IPK nya 4.00 itu benar-benar
cerdas? Jangan-jangan mereka cuma seorang robot yang jago menyelesaikan soal
ujian, tetapi gamang dalam menghadapi soal kehidupan.
Kamu kuliah di kampus teknik, jadilah teknokrat yang visioner. Kuliah di
fakultas hukum, jadilah advokat yang adil. Belajar di jurusan ekonomi, maka
jadilah ekonom yang bijak. Atau bila kamu kuliah di kampus pertanian, bangunlah
negeri ini dengan ilmu pertanian yang kamu miliki, jangan mangkir dari
kompetensi dan malah berpikir untuk menjadi bankir.
Kuliah itu mahal kawan, setau saya di UI sudah Rp.25.000.000, di ITB bahkan ada
yang mencapai Rp.50.000.000. Biaya per semester juga sudah semakin besar, lalu
apa yang kamu cari setelah lulus? Hanya bekerja sebagai pegawai kah pilihan
hidup kamu?
Quote:
Masih banyak anak muda Indonesia yang tidak kuliah. Atau alumni kampus yang
katanya beken dan akhirnya memilih untuk bersaing dalam job fair dengan alumni
kampus yang katanya ga beken? Gak malu ya sobat?
Yuk kita berpikir #beda , jangan berpikir “mau kerja di perusahaan apa”,
melainkan “mau buka lapangan kerja dimana ya”
Saya sering bilang ke mahasiswa ITB, buat apa kamu bangga masuk ITB kalau hanya
bisa jadi mahasiswa KUPU KUPU alias kuliah pulang kuliah pulang. Mending kamu
sekalian aja pulang ke rumah orang tua kamu. Karena kita kuliah bukan hanya
untuk mengejar nilai, kita kuliah untuk menikmati proses pembelajaran diri
dalam setiap kesempatan.
Malu lah pakai jaket kuning UI yang katanya keren itu kalau gak peka sama isu
sosial masyarakat, hanya mengenal kuliah-kafe-mall saja. Helloo kawan, itu
jaket kuning lambang perjuangan, apa kontribusi kamu untuk negara. Kalau kamu
sudah berkontribusi untuk negeri, barulah boleh sedikit bangga dengan jaket
kuning kamu sobat!
Atau mahasiswa UGM yang terkenal dengan jaket warna karun goni, itu warna
kerakyatan, maka segen saya lihat mahasiswa UGM kalau melihat dan memikirkan
realita rakyat aja gak mau. Jaket mu itu bukti pengorbanan sobat!
Ah capeklah kuliah itu kalau hanya mengejar Nilai tetapi anti sosial, menjadi
manusia robot yang bangga jadi sekrup kapitalis.
Buat kamu yang baru lulus SNMPTN atau segala bentuk ujian masuk perguruan
tinggi lainnya. Berani janji kontribusi apa selama jadi mahasiswa? Atau udah
cukup bangga dengan label mahasiswa?
Masuk jurusan kedokteran kampus beken, tetapi gak mau praktek di daerah
terpencil, hanya mau jadi dokter di kota. Hmm percuma deh, di kota di daerah
daerah aja masih kekurangan dokter, di kota dokter menumpuk. Hmm mendingan
mundur deh.
Ayolah kawan! Kita MAHAsiswa, ada kata Maha di depan siswa, masa masih sama
sama aja konsep berpikirnya dengan mereka yang tidak sekolah. Malu la kita sama
tukang bakso yang bisa punya 3 pegawai, mereka yang tidak kuliah aja bisa
ngasih makan orang lain, lah mahasiswa? Bangun Idealisme itu kawan, sejak
mahasiswa, kesempatan terakhir untuk membangun idealisme itu ada di kampus.
Setelah lulus, kalian akan menikmati dunia nyata yang sangat kejam dan
pragmatis.
Hidup itu bukan hanya tentang duit, duit, dan DUIT.
Mahasiswa itu #beda!
Yuk kita bangun konsep berpikir yang dewasa. Jangan bangga ke kampus pakai
mobil orang tua untuk mejeng sana sini dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar,
manja dalam belajar serta lemah karakter. Percuma nanti di hari wisuda, para
alumni itu hanya menambah daftar pengangguran negeri ini, buat apa kamu kuliah
sobat?
Sobat, mari kita maknai dengan #bijak kenapa kita harus kuliah. Ini bukan hanya
sekedar mengikuti kebiasaan banyak orang. Tetapi ini tentang upaya membuat diri
kita lebih mampu berkontribusi untuk pembangunan bangsa.
Sobat, kamu mau berkontribusi apa selama kuliah?
“Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”
-Ki Hajar Dewantara-
0 comments:
Posting Komentar