:)
-->
Berangkat dari Dusun-Desa-Kecamatan-Kabupaten-Provinsi
Oleh FAFA NELI
SILFANA
Mahasiswa Bidik
Misi Prodi Pendidikan Sains 2011 FMIPA UNESA
Kuawali dengan Bismillahirrohmannirrohiim menulis,
siang ini, di rumah kedua sembari break sebentar di sela tugas-tugas kuliah
yang banyak. Tulisan kata demi kata ini menggores mengikuti terjemahan hati.
Bukan maksud ingin pamer dan sejenisnya dalam penulisan ini, hanya ingin
mensharekan perjuangan mahasiswa bidik misi yang sangat tidak sempurna ini tapi
punya motivasi yang sempurna. Proses belajar hidup selama ini terasa sekali
dalam setiap langkah.
Teruntuk semua yang membaca ini, terkhusus untuk pemerintah, Unesa, keluarga
dll, rasa syukur dan terima kasih karena telah menitipkan amanah program Bidik
Misi, yang paling utama pada Allah. Aku, dilahirkan dari perpaduan sperma dan
ovum yang sangat hebat. Di sebuah dusun kecil ini aku dibesarkan oleh kedua
orang tua terhebatku. Ibu yang rela susah demi pendidikan anaknya dan juga
bapakku yang seorang pedagang tahu keliling. Dengan profesi itu beliau berdua
mampu mengantarkan anaknya yang satu ini ke Perguruan Tinggi. Yang jelas
keduanya dalam hal pendidikan tidak sampai setinggi ini. Ibuku hanya perempuan
biasa lulusan SD, bapak hanya lulusan SMP. Ada kata-kata yang masih terpancung
mati dalam ingatanku sampai sekarang “Nek sekolah seng bender nduk, ben dadi
wong, ben gak ngrasakne opo seng ibu karo bapak rasakno” (kalau sekolah/belajar
yang serius nak, supaya nanti jadi ‘orang’(sukses), supaya tidak lagi merasakan
apa yang orang tuamu ini rasakan (sulitnya hidup ini ‘bidang ekonomi’)).
Setidaknya kata-kata sederhana penuh makna itulah yang banyak menjadi motivasiku
belajar hingga saat ini, yang nantinya hasil belajar ini akan aku tularkan pada
anak didikku kelak, menjadi orang sukses seperti harapan kedua orang tuaku.
Perjalanan ku mulai dari tanggal 6 Pebruari 1993, ibu tercintaku MARDIYAH dan
ayah terhebatku ‘SAIN’. Ya, nama yang sederhana, yang entah kebetulan atau
tidak (tapi tidak ada yang kebetulan di dunia ini) aku mengambil Prodi
Pendidikan ‘SAINS’. Dua tahun setelahnya, adiku perempuan lahir. Nama yang
diberikanpun hampir sama dengan namaku FIFI NIA SAPUTRI. Kedua orangtuaku tak
tahu arti nama itu. Jauh di dalam hati ada sebersit keinginan namaku ada
sentuhan bahasa Arabnya. Nama adalah do’a. Dari segi religi, aku menganggap
kedua orangtuaku telah menanamkan dengan cukup, aku ngerti Allah, ngerti
sholat, ngerti puasa, ngerti ngaji yang hingga tertanam sampai saat ini.Aku
merasa Allah sangat menyayangiku, aku yang kecil ini kerap kali diingatkan
entah itu dalam bentuk kesedihan, cobaan, dll.
Dari segi pendidikan, ku mulai langkah masuk ke TK ‘Damar Wulan’ di dusunku.
Fafa kecil ini ternyata bakat pendiamnya sudah tampak sejak kecil. Ya, aku akui
sifat jelek ini telah ada sejak aku kecil. Aku dulu terkenal pemalu, saat
istirahat semua temanku bermain keluar kelas, sedangkan aku di kelas seorang diri
dan ibu wali kelas di depan mejanya. Kalau ibuku tidak mengajakku keluar kelas,
aku tidak akan keluar kelas. Bisa dibayangkan betapa pemalunya aku dulu. Tapi
hal itu secara berangsur terkurangi saat aku mulai masuk di dunia SD. Sekolah
SD ku berada di desaku sendiri. Sejak kelas 1 prestasiku bisa dibilang lumayan.
Kalau tidak peringkat I ya II, pernah dulu paling jelek peringkat IV. Kehidupan
masa SD ku seperti anak kecil kebanyakan, ngaji di TPQ dusunku. Yang masih aku
ingat sampai saat ini, aku dulu beberapa kali mewakili sekolah di olimpiade
tingkat kecamatan, pernah sekali lomba MTQ anak tingkat kecamatan padahal
ngajiku juga pas-pasan.
Memasuki masa SMP, aku semakin ingin menghilangkan sifat pemalu ini, ya
setidaknya bisa menguranginya. SMPN 1 MEGALUH, ya itulah sekolahku, berada di
daerah kecamatan, mewah ‘mepet sawah’ karena kanan-depan-belakang adalah
persawahan. Sekolah sederhana itu telah membentuk motivasiku hingga saat ini.
Dari SMP inilah aku mulai mempunyai motivasi untuk bisa menjadi guru
MATEMATIKA, ya guru MATEMATIKA, karena guruku bidang studi ini sangat istimewa
bagiku. Dulu aku berpikir tidak mungkin bisa melanjutkan ke PT, dari segi
ekonomi rasanya tidak mungkin. Tapi kini, lihat aku sekarang, tak ada yang tak
mungkin bagi pemilik hidup ini mewujudkannya. Kun Fayakun. Untuk meredam
pemaluku dulu, wali kelasku mengamanahi aku jadi pengurus kelas, mulai dari
kelas VII jadi sekretaris kelas, kelas VIII jadi bendahara kelas. Aku merasa
masa-masa SMP ini yang paling menyenangkan dibanding SMA. Dari segi akademik,
nilaiku juga lumayan. Pernah mewakili sekolah dalam olimpiade fisika tingkat
kabupaten, tapi lagi-lagi aku tidak pernah dapat juara, paling mentok nomor 9
tingkat SMP sekabupaten. Dari segi ekonomi kedua orang tuaku masih bisa
menghendel biaya sekolah aku dan adikku.
Memasuki masa SMA, inilah yang aku rasakan mulai awal
perjuangan. SMAN 3 JOMBANG, salah satu SMA favorit di kabupaten (katanya).
Kalau ditelaah lagi ternyata jenjang pendidikanku runtut sekali mulai TK
(dusun) – SD (desa) – SMP (kecamatan) – SMA (kabupaten) – kuliah (provinsi).
Awal masuk SMA sampai akhirnya lulus telah banyak kenangan. Dulu awal jadi
siswa baru banyak cobaan, mulai dari ibu yang kecelakaan sehingga sepeda motor
rusak, yang terpaksa aku harus menggunakan sepeda pancal untuk ke sekolah yang
jaraknya 15 km. Saat itu musim puasa Romadlon lagi. Pernah sekali aku ingat di
tengah jalan aku menangis saking capeknya mengendarai sepeda pancal itu. Aku
harus berangkat dari rumah jam 5 pagi, pulang dari sekolah sekitar jam 2 siang.
Benar-benar menguras energi luar dan dalam. Di masa SMA ini juga mulai terasa
kesulitan ekonomi keluargaku, adikku juga memasuki SMP. Sedangkan aku yang
sekolah di SMA kota tentu butuh dana yang lumayan besar. Dari itu aku berusaha
mencari beasiswa untuk pendidikanku, BKSM akhirnya aku dapatkan dari kelas
VIII-XI. Hal itu sangat membantu aku dan keluarga. Dari segi akademik
prestasiku juga lumayan, tapi tidak setenar dulu seperti saat di SD dan SMP. Di
SMA ini adalah siswa-siswa kota yang otomatis latar belakang pendidikan sebelum
masuk ke SMA lebih baik dari pada aku, di sini aku mulai merasakan sulitnya
berkompetisi demi prestasi. Hal itu berlangsung hingga berkompetisi memasuki
bangku perguruan tinggi. Ya, masuk di perguruan tinggi, hal yang dulu aku
impikan, dan penuh perjuangan. Awal seleksi SNMPTN Undangan Bidik Misi aku
daftar di salah satu PTN, aku ingat betul saat pengumuman malam itu, 3 hari
sebelum pengumuman SNMPTN sepertinya aku telah diingatkan , perasaanku tidak
enak dan aku sakit, ternyata kejadian benar, aku nggak ditrima SNMPTN Undangan.
Berhari-hari setelah itu aku kehilangan motivasi akan bisa masuk ke PTN.
Kondisi saat itupun tidak semua PTN membuka jalur SNMPTN Bidik Misi. Itulah
yang membuat semakin terpuruk. Data yang ada pada portal Bidik Misi tidak semua
PTN yang membuka Bidik Misi SNMPTN Tulis. Usahaku tanya ke tetangga yang lebih
tahu, bolak-balik meminta surat keterangan ke kepala desa, bolak-balik ke
warnet. Yang masih aku ingat saat malam-malam, ditambah hujan, aku sama ibuku
ngeprin ke kecamatan. Kami naik sepeda motor, di tengah jalan hujan dan memaksa
kami untuk basah kuyup sebelum sampai ke rentalan. Jadilah ke rentalan dengan
pakaian yang basah untuk ngeprin surat-surat persyaratan untuk bisa kuliah. Ternyata,
persyaratan itu butuh hal-hal banyak, yang tidak mungkin dijangkau lagi karena
deadline waktu yang tinggal sedikit. Alhasil aku memutuskan ambil SNMPTN Tulis
memilih 2 prodi di UNESA yaitu Pend. Kimia dan Pen. Sains. Jujur, kedua prodi
yang aku ambil ini belum sesuai dengan suara hati. Aku yang dulu ngotot ingin
sekali Matematika atau PGSD beralih ke IPA. Dalam keadaan ini pun aku belum ada
kepastian UNESA termasuk PTN yang menerima mahasiswa Bidik Misi di SNMPTN Tulis
atau tidak. Belum ada persiapan untuk SNMPTN, walaupun sudah punya buku panduan
soal dalam SNMPTN, aku tak pernah ikut try out ataupun bimbingan SNMPTN. Hari
yang ditentukan untuk seleksi nasional itupun tiba, ke Surabaya pun belum tau
tempat ujian yang dimaksud. Tapi aku sangat bersyukur, ada teman yang kebetulan
tempat tesnya sama denganku.Dari pengalaman sekitar 4 hari di Surabaya telah
memiliki kesan di benak. Pertama, aku membayangkan jika jadi kuliah di sini,
dari segi makan 2 kali lipat harganya di banding di rumahku. Kedua, aku merasa
sendiri. Yang masih ku ingat saat hari ke dua tes Snmptn itu hujan dan untuk
mencapainya harus oper angkot sebanyak 3 kali, berangkat pukul 05.00 pagi.
Sungguh perjuangan indah yang tak pernah terlupakan.
Dan takdirpun akhirnya membawaku ke sinii, UNESA Prodi
Pendidikan Sains dengan predikat ‘mahasiswa bidik misi’. Saat pengumuman via
online dulu aku mencoba melihatnya di warnet. Tanganku gemetaran ketika
mengetikkan nomor pendaftaran dan paswordnya. Syukur tak berhenti berucap dari
lisan. Sampai dari warnet segera ku kabarkan ini kepada kedua orang tuaku,
ibuku menangis terharu karena aku telah diterima. Kejadian ini sungguh menjadi
semangatku ketika sudah menjalani perkuliahan seperti saat ini, Saat aku mulai
jenuh dengan banyaknya deadline tugas, aku mulai mengingat kembali bagaimana
susahnya sampai akhirnya bisa ditrima di sini.
Aku yakin sampai saat ini aku berdiri dengan tegak,
orang kecil yang berangkat dari desa ini, ke salah satu SMA favorit(katanya)
di Jombang, dan ditrima di sebuah PTN di Surabaya bukan karena hebatku,
Ini semua karena rasa kasih sayangNya yang tak terbatas kepada hamba kecilnya
ini. Kalo seperti ini, jadi teringat ceramah Chating dengan YM. Hidup
adalah pilihan. Seperti filosofi mutiara yang berasal dari kerang, sakit memang
perjuangannya. Tapi yakinlah saatnya akan datang jika kamu yakin akan janjiNya.
MAN JADDA WA JADDA. J Seperti filosofi tanaman jagung yang ditanam di
tanah.
· Mengapa di pendam? kan
kasihan benihnya di pendam. Itulah proses hidup harus melalui dulu yang namanya
kesulitan dan perjuangan untuk hidup. Jagung itu di pendam di dalam tanah untuk
bisa tumbuh, begitu juga kamu yang berasal dari desa ini harus berjuang keras
untuk bisa hidup bermakna.
· Setelah tumbuh lama
kelamaan juga butuh pupuk, karena kita orang desa, tidak punya uang, yang kita
pakai pupuk kandang yang baunya busuk, bukan pupuk buatan. Sama dengan kamu
kalau nantinya tumbuh jadi orang besar, akan banyak yang meremehkan,
memperolok-olok kamu, memang itu tidak enak di telinga, pahit di hati seperti
bau busuk dari pupuk kandang itu. Tapi yakinlah cemoohan-cemoohan itu yang akan
membuatmu belajar akan hidup. Pupuk kandang yang alami itu lebih manjur
dibanding pupuk buatan. Seperti jalan hidupmu yang akan lebih bisa membuatmu
menghargai Allah, menghargai waktu yang diberikan untuk bermanfaat bagi orang
lain dibanding orang yang hidupnya di uji dengan keenakan tanpa melakukan
perjuangan yang berat untuk hidup.
Kadang juga aku berpikir, waktuku dulu banyak aku
habiskan untuk memperjuangkan nasib, biar nggak seperti orang tuaku. Kini
perjuangan itu nampak hasilnya, orang ndeso ini bisa kuliah di kota di PTN
lagi. Tinggal sedikit lagi untuk mewujudkan cita-cita orang tuaku (cita-citaku
juga) untuk jadi guru. Trus gak lucu kalo sudah sampai segini masak aku harus
tidak bekerja keras, malas-malasan di Surabaya. Mana rasa syukurmu untuk
beasiswa penuh sampai lulus ini kepada Allah, rakyat Indonesia, orang tuamu,
semua yang mengharapkanmu untuk jadi orang sukses ini, anak ndeso???
Semangat kuliah, cari pengalaman organisasi,
usahakan yang terbaik semampu yang kamu bisa. Yakin akan janjiNya bahwa kita
sendiri yang akan bisa menentukan nasib kita. MAN JADDA WA JADDA !!!
“ (Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah
sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya
kepada suatu kaum, hingga kaum itu megubah apa-apa yang ada pada diri mereka
sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” (QS Al-Anfaal:53)
|
0 comments:
Posting Komentar